Ragam  

AMPIKALE, Benteng terakhir orang Tua dalam menyelamatkan masa Tuanya

Ilustrasi (foto : Doni)

Oleh : D. Suhardiman Sunusi

MEDIABAHANA.COM, WAJO — Materi atau harta dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan, bukan satu-satunya tujuan. Maka disarankan kewajiban lebih dipentingkan daripada materi.

Tetapi materi menjadi jalan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memperoleh manfaat-manfaat yang tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam pelayanan seseorang
kepada hal yang bersifat materi, yang tidak bertentangan dengan kemaslahatan
umum, tanpa berbuat dzalim dan berlebihan.

Selain “mana‟ (Warisan), masyarakat Bugis juga mengenal istilah pabbere yang dalam Islam disebut hibah.

Dalam pepatah Bugis dikenal pepatah
“Luka manaa telluka pabbere” yang artinya warisan dapat ditarik kembali, tapi pemberian sekali diberikan tidak dapat ditarik lagi.

Selain pabbere, masyarakat Bugis khususnya di Kabupaten Wajo mengenal istilah pasẽng (wasiat). Wasiat dianggap sebagai suatu hal yang harus dilaksanakan karena akan dipertanggung jawabkan di akhirat nantinya.

Namun, dewasa ini masyarakat Bugis telah banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya dari luar, terutama dengan masuknya unsur dan nilai agama dalam kehidupan keseharian masyarakat. Nilai-nilai adat telah berbaur dengan pengaruh agama.

Dalam masyarakat Bugis, dikenal beberapa macam cara peralihan harta diantaranya terdapat istilah pabbere, manaa, dan pasẽng. Pabbere dapat diistilahkan sebagai hibah yaitu pemberian seseorang kepada orang lain. Adapun manaa disebut sebagai warisan yaitu peralihan harta dari pewaris kepada ahli warisnya setelah pewaris meninggal dunia. Adapula yang disebut dengan pasẽng yang dapat diartikan sebagai wasiat seseorang kepada orang lain.

Disamping beberapa cara pengalihan harta yang disebutkan di atas, adapula yang disebut dengan istilah ampikale.

Ampikale berasal dari dua kata yaitu
ampi yang berarti penjagaan dan ale yang berarti diri. Ampikale sering juga disebut
dengan istilah pampobo (biaya hidup). Ampikale pada dasarnya adalah kekayaan seseorang yang disisahkan tidak dibagi kepada ahli warisnya atau tidak dihibahkan dengan tujuan untuk membiayai sisa hidupnya sampai meninggal dunia dan akan
diperuntukkan kepada yang memelihara , merawat dan mengurusi sampai meninggal,
oleh karena itu selama pemilik harta/pewaris masih hidup dan sehat belum dapat ditetapkan siapa bakal menjadi pemilik ampikale tersebut.

Ampikale biasanya dilakukan oleh orang yang tidak memiliki suami, isteri maupun keturunan. Akan tetapi, banyak pula orang yang memiliki keturunan tetap mempersiapkan harta ampikale. Hal ini disebabkan karena seringnya anak menelantarkan orang tuanya ketika sudah mendapatkan warisan. Harta ampikale ini dipersiapkan sebagai jaminan bilamana ia sakit atau persiapan untuk membiayai
keperluan meninggalnya. Berkaitan dengan peralihan harta kekayaan, harta ampikale yang masih tersisa dan tidak habis digunakan akan dibagi untuk semua ahli warisnya jika ia memiliki
ahli waris dan akan diberikan kepada yang memelihara dan merawat pemilik.

Ampikale pada waktu masih hidup ketika ia tidak memiliki ahli waris. Dalam adat, ampikale tidak ditetapkan kepada siapa harta ampikale tersebut
akan dialihkan nantinya sehingga akan menimbulkan masalah ketika pemilik
ampikale meninggal dunia.

Hal ini disebabkan karena para ahli waris atau orang yang
merawat dapat mengaku telah merawat pewaris untuk mendapatkan harta ampikale
tersebut atau menjadikannya objek kewarisan.

Hal inilah yang menyebabkan banyak harta ampikale yang kemudian diperkarakan di Pengadilan, baik Pengadilan Negeri
maupun Pengadilan Agama. Seperti halnya dengan yang terjadi di Pengadilan Negeri.

Apabila dikaitkan dengan peralihan harta, ampikale ini dapat dimaknakan sebagai bagian harta yang sengaja dipisahkan dari budel warisan yang dimaksudkan sebagai harta bekal dari si pemilik harta yang akan digunakan untuk keperluan dirinya di hari tuanya dan sebagai bentuk penjagaan atau antisipasi biaya setelah meninggalnya.

Jadi ampikale pada dasarnya bukan merupakan proses atau bagian dari warisan. Hanya saja, ampikale ini biasa disisihkan pada saat pembagian warisan. Maksudnya bahwa apabila orang tua membagi-bagikan harta kepada anaknya, ia akan menyisakan sebagian hartanya untuk diri sendiri sebagai penjagaan diri (ampikale).

Hal ini dimaksudkan agar apabila ia sakit atau meninggal, sudah ada harta yang dipersiapkan untuk memenuhi biaya sakit dan kematiannya tanpa mengambil lagi harta dari anak-anaknya atau ahli waris lain. Ampikale juga sering disebut dengan istilah pampobo to matua (pemelihara orang tua) yang diibaratkan sebagai manaa (warisan) yang diberikan orang tua kepada dirinya sendiri sebagai jaminan masa tua untuk biaya hidup, biaya perobatan jika sakit, dan biaya lainnya yang dikeluarkan setelah meninggalnya.

Dikatakan sebagai bentuk peralihan harta karena ampikale ini juga akan beralih kepada pihak lain jika si pemilik harta yang biasanya adalah orang tua telah meninggal dunia. Ampikale ini beralih kepada orang lain jika orang lain tersebut menggunakan biaya dan tenaganya sendiri untuk mengurus si orang tua tanpa menjual harta ampikale yang telah ditetapkan.

Penentuan ampikale ini tidak mensyaratkan pihak tertentu saja yang dapat menerimanya, misalnya hanya ahli waris yang dapat menerima ampikale.

Ampikale ini bisa diterima oleh siapa saja baik oleh ahli waris, sanak keluarga, ataupun bahkan orang lain yang tidak memiliki hubungan darah dengan orang yang menetapkan ampikale.

Yang diisyaratkan dalam penerimaan ampikale ini yaitu bahwa orang tersebut benar-benar merupakan orang yang merawat, menemani, membantu pengobatan ketika sakit, mengeluarkan biaya untuk pengurusan jenasah dan biayabiaya lain yang dikeluarkan setelah meninggalnya orang yang menetapkan ampikale. (**)

Editor : HS. Agus

Exit mobile version