Berita  

Ketua PHI Wajo Soroti Program Pengembangan Sutera di Wajo

Ketua Pelita Hukum Independen (PHI) Kabupaten Wajo, Sudirman SH. MH (red)

MEDIABAHANA.COM, WAJO — Program pengembangan sutera Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk mengembalikan kejayaan sutera di Wajo, mendapat sorotan dari Pelita Hukum Independen (PHI) Kabupaten Wajo.

Program pengembangan sutera di Kabupaten Wajo, perlu dievaluasi ulang. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wajo bersama dengan stakeholder yang berkepentingan harus duduk bersama.

Bantuan dari pemerintah provinsi Sulawesi Selatan untuk pengembangan sutera di Kabupaten Wajo harus tepat sasaran dan mempunyai nilai manfaat untuk masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan ketua Pelita Hukum Independen (PHI) Kabupaten Wajo, Sudirman, Rabu 30 Agustus 2023 di Kantor PHI Kompleks Sallo Mall Sengkang.

“Niat pemerintah provinsi Sulsel dalam hal ini bapak gubernur untuk mengembalikan kejayaan sutera di Wajo patut untuk diapresiasi. Hanya saja perlu kita sepakati bagaimana bentuk dan model kegiatannya,” ungkapnya.

Sudirman menyebut, sejak diwacanakannya pengembalian kejayaan sutera, Kabupaten Wajo sudah 2 kali mendapatkan bantuan dari Pemerintah provinsi.

Sudirman menyebut program pengembangan sutera tahun 2019-2020, 1 juta bibit murbei dan tahun 2022, 500 ribu bibit murbei, gagal.

Apa yang diharapkan gubernur tidak sesuai dengan ekspektasi, anggaran yang dikucurkan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan.

Tahun 2023, gubernur kembali memberikan bantuan keuangan untuk pengembangan sutera di Wajo dengan nilai miliaran rupiah.

“Saya khawatir, kalau ini tidak direncanakan dengan baik akan gagal lagi. Jadi saya sarankan kepada Bupati Wajo, sebelum program dimulai agar melakukan evaluasi. Jadikanlah yang lalu itu sebagai pelajaran. Dari tahun 2020 saya selalu kritisi dan amati program ini,” ujar Sudirman.

Menurut Advokat ini, tahun 2019-2020 Pemprov Sulsel melalui Dinas Kehutan Sulsel memberikan bantuan bibit murbei sebanyak 1 juta bibit untuk 4 kelompok tani di Kabupaten Wajo.

Tahap pertama Pemerintah Provinsi menyalurkan 300.000 bibit murbei untuk 2 desa yaitu Desa Pasaka Kecamatan Sabbangparu 80.000 bibit dengan luas lahan 2 Ha dan Desa Bottopenno Kecamatan Majauleng 220.000 bibit dengan luas lahan 5,5 Ha.

Untuk tahap kedua Pemerintah Provinsi kembali menyalurkan 700.000 bibit murbei untuk 2 desa yaitu desa Wajoriaja Kecamatan Tanasitolo 480.000 bibit dengan luas lahan 12 Ha dan Desa Watangrumpia Kecamatan Majauleng 220.000 bibit dengan luas lahan 5,5 Ha.

Dari 4 desa penerima bibit murbei, tingkat pertumbuhannya bervariasi, Desa Bottopenno 0 persen, Desa Watangrumpia sekitar 30 persen, Desa Wajoriaja sekitar 30 persen dan Desa Pasaka sekitar 10 persen.

Dua tahun berselang setelah penanaman, petani belum juga mendapatkan manfaat yang jelas dari tanaman murbei ini.

Murbei yang rencananya akan menjadi makanan ulat dan menghasilkan Kokom belum juga nampak hasilnya.

Mesin pemintal bertekhnologi canggih di Desa Pakkanna Kecamatan Tanasitolo, belum juga bisa dioperasikan secara kontinyu untuk memproduksi benang sutera, karena ketersedian Kokom yang belum maksimal untuk dipintal menjadi benang sutera.

Sudirman menilai, gagalnya program 2019-2020 disebabkan sejumlah hal.

“Yang pertama, masyarakat petani penerima bibit murbei belum siap mengelola tanaman murbei. Kelompok tani penerima bibit masih awam dengan tanaman murbei,” jelasnya.

Yang kedua, lanjutnya, lahan tempat penanaman bibit murbei tidak produktif.

Yang ketiga, petani setelah menerima bibit murbei, tidak mendapat pendampingan dari tenaga teknis untuk memberikan edukasi cara memelihara murbei.

“Yang keempat, setelah petani melakukan penanaman, biaya pengelolaan dan pemeliharaan terlambat cair. Akibatnya petani membiarkan tanaman murbei terlantar dan tidak tumbuh dengan baik,” ungkapnya. (**)

Editor : HS. Agus

Exit mobile version