MEDIABAHANA.COM, WAJO — Keseriusan Pemerintah Kabupaten Wajo dalam mengelola kegiatan pengembangan sutera kembali dipertanyakan.
Pasalnya, kelompok tani penerima bantuan bibit murbei tahun 2022 sebanyak 500.000 bibit belum jelas legalitasnya.
Padahal, gubernur Sulawesi Selatan, A. Sudirman Sulaiman kembali menggelontorkan anggaran miliaran rupiah untuk pengembangan sutera di Kabupaten Wajo melalui APBD Kabupaten Wajo Tahun 2022.
Ketua Pelita Hukum Independen (PHI) Kabupaten Wajo, Sudirman SH. MH meragukan komitmen Pemkab Wajo untuk mengembalikan kejayaan sutera di Bumi Lamaddukkelleng.
Dia menilai, Pemkab Wajo tidak siap mengelola anggaran dari bantuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan untuk pengembangan sutera.
Sudirman khawatir penyaluran bantuan bibit murbei bakal tidak tepat sasaran dan berpotensi gagal seperti bantuan sebelumnya.
“Bantuan tersebut harusnya disalurkan kepada kelompok tani yang jelas legalitas hukumnya, jelas pengurusnya dan jelas anggota kelompoknya, sehingga mudah diidentifikasi, ” katanya.
Kalau badan hukum kelompok tani saja tidak jelas, lanjutnya, maka diduga kelompok tani tersebut hanyalah kelompok fiktif yang pengurus dan anggotanya juga tidak jelas, sehingga penerima bantuan menjadi tidak jelas pula dan simpang siur.
Tentu sangat disayangkan, sebutnya, jika pemerintah daerah kabupaten Wajo tidak mengambil pelajaran dari kegagalan program sejenis yang sudah terjadi tahun sebelumnya.
Advokat ini mengingatkan kembali kegagalan Pemerintah Kabupaten Wajo mengelola 1 juta bibit murbei bantuan Pemprov pada tahun 2020.
” Kita harus berkaca dengan kegagalan tahun 2020, tingkat pertumbuhan murbei di 4 desa penerima bantuan tidak mencapai 50 persen. Bahkan di Desa Bottopenno 0 persen, Desa Pasaka tidak sampai 30 persen, ” ujarnya.
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Perindagkop Kabupaten Wajo, Darwis, mengakui jika kelompok tani penerima bibit murbei belum memiliki legalitas sebagai kelompok tani yang resmi.
Nama-nama anggota kelompok juga belum ada, kata Darwis, yang ada hanya nama ketua kelompok. Itupun menurut Darwis pihaknya belum mengantongi KTP ketua kelompok tani.
Katanya, legalitas kelompok tani sementara proses di Kantor Desa.
“Legalitasnya sementata diproses di kantor desa. Dan pak Kurnia sudah komunikasi dengan pak desa bulan lalu, ” Jelasnya. (**)
Editor : HS. Agus