MEDIABAHANA.COM, WAJO — Puluhan warga dari Kecamatan Gilireng kembali melakukan aksi unjuk rasa, Rabu 14 Desember 2022 di depan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Wajo.
Massa yang didampingi oleh Aliansi Mahasiswa Indonesia Wajo Bersatu (AMIWB) menggelar orasi di Jalan Pahlawan Sengkang, depan Kantor BPN.
Mahasiswa bergantian menyampaikan orasi meminta kepala BPN Wajo keluar menemui para pengunjuk rasa.
“Kami minta kepala BPN keluar menemui kami, jangan main – main dengan masyarakat dan mahasiswa,” ujar salah seorang orator.
Mahasiswa dalam orasinya menyebut kepala BPN Wajo gagal menyelesaikan masalah ganti rugi lahan Bendungan Paselloreng.
Ketua AMIWB, Syaifullah dalam orasinya mengatakan, kedatangan masyarakat di kantor BPN, karena keresahan akibat belum terselesaikannya proses ganti rugi lahan Bendungan Paselloreng.
Lanjut Syaifullah, masyarakat sangat kecewa dengan kinerja kepala BPN dan meminta bertanggungjawab atas segala konflik yang terjadi di Paselloreng.
“Kami datang dengan perasaan sakit dan amarah, karena sampai hari ini belum ada kejelasan ganti rugi lahan masyarakat yang masuk dalam lokasi Bendungan Paselloreng,” ujarnya.
Syaifullah menuding ada oknum yang bermain dan mengakui tanah milik warga. Padahal warga Pasellorenglah yang selama ini selalu membayar pajak tanah tersebut.
Belum lagi, lanjut Syaifullah, kepala BPN tidak komitmen dengan kata-katanya.
“Kepala BPN tidak komitmen dengan kata-katanya. Dia harus keluar temui kami,” tegasnya.
Aksi ini sempat diwarnai ketegangan saat massa memaksa masuk ke kantor BPN untuk menemui kepala kantor. Pihak keamanan dari Polres Wajo yang berjaga di pintu pagar kantor menghalangi mahasiswa untuk masuk ke Kantor BPN.
Saling dorong di depan pintu pagar antara aparat dengan massa tak terelakkan hingga mengakibatkan pintu pagar roboh.
Kepala BPN Kabupaten Wajo, Syamsuddin akhirnya datang menemui massa dikawal aparat Polres Wajo setelah pulang dari Dinas luar di Kecamatan Majauleng.
Mantan Kepala BPN Sidrap ini, menjelaskan alasan belum terbayarnya ganti rugi lahan 42.97 Ha. Katanya lahan itu belum dibayar karena adanya perubahan data dari kepala desa setempat.
Selain itu, lanjutnya, kasus ini dalam penanganan hukum Kejaksaan tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan, karena adanya laporan dari okum yang mencederai proses pembayaran ganti rugi lahan. Dan apabila dibayar maka akan berdampak hukum bagi ketua P2T, kepala desa dan penerima uang ganti rugi.
“Kasus ini dalam penanganan Kejati, saya sudah dua kali diperiksa di Kejati, ” ujarnya. (**)
Editor : HS. Agus