Ketua PHI Sebut Kepala Desa Tidak Dibenarkan Terbitkan Surat Keterangan Hibah

Pelita Hukum Independen Kabupaten Wajo sampaikan aspirasi (Gus)

MEDIABAHANA.CIM, WAJO — Pelita Hukum Independent (PHI) Kabupaten Wajo kembali menyampaikan aspirasi di Kantor DPRD Wajo, Kamis 22 September 2022, terkait dugaan pemalsuan tanda tangan yang dilakukan oleh oknum Pemerintah Desa Salobulo dalam surat keterangan hibah.

PHI mendampingi warga Desa Salobulo, Kecamatan Sajoanging, yang merasa keberatan atas Surat Keterangan Hibah bernomor 590/099/DSB/XII/2005 yang ditanda tangani Kepala Desa Tahun 2005, Mashud

Ketua PHI Kabupaten Wajo, Sudirman SH. MH, mempersoalkan sejumlah kejanggalan dalam surat keterangan hibah yang diterbitkan Pemerintah Desa Salobulo tahun 2005.

Menurut Sudirman, dalam KUHPerdata tidak dibenarkan bagi Kepala Desa dan Lurah untuk menerbitkan Surat Keterangan Hibah.

Sesuai dengan pasal 1682 KUHPerdata, sebut Sudirman, Surat Keterangan Hibah harus melalui akte notaris dan apabila tidak dilakukan melalui notaris maka hibah itu tidak sah dan batal.

” Saya ingatkan kepada Kepala Desa dan Lurah untuk tidak menerbitkan Surat Keterangan Hibah. Yang berwenang mengeluarkan surat keterangan hibah atau akte hibah adalah Notaris, ” tegasnya.

Selain itu, Sudirman juga mempermasalahkan Surat Keterangan Hibah yang tidak mencantumkan nama penerima hibah.

“Yang namanya hibah tentu ada pemberi hibah dan penerima hibah. Tapi ini tidak ada nama penerima hibah, bahkan saksipun tidak ada, ” Imbuhnya.

Advokat ini menduga adanya tindak pidana pemalsuan tanda tangan dalam surat keterangan hibah tersebut.

Pasalnya, Ke 2 warga yang didampinginya, Abu dan Usman mengaku tidak pernah bertanda tangan dalam surat tersebut.

Kepala Desa Salobulo tahun 2005, Mashud, merasa keberatan dituding melakukan pemalsuan tanda tangan.

“Saya tidak terima kalau dikatakan melakukan pemalsuan tanda tangan. Kalaupun palsu berarti Abu dan Usman sendiri yang palsukan tanda tangannya, ” ujar Mashud.

Mashud juga menyebut jika tanah yang di tempati kantor desa dan sekolah TK sudah dihibahkan oleh Abu saat dirinya menjabat kepala desa.

Tanah yang ditempati Puskesmas, lanjut Mashud, Abu sudah terima ganti ruginya dari pemerintah kabupaten Wajo.

“Bahkan lapangan Bulutangkis di belakang Kantor Desa, sudah saya bayar pakai uang pribadi sebanyak 7 juta, ” ucapnya.

Kordinator penerima aspirasi DPRD Wajo, Asri Jaya Latif (AJL) mengatakan, sesuai keterangan bagian aset pemerintah Kabupaten Wajo, tanah yang dipersoalkan itu adalah tanah milik negara dan bersertifikat.

“Saya sudah bicara dengan bagian aset, tanah yang dipermasalahkan Abu dan Usman adalah milik Pemkab Wajo. Dan ada sertifikatnya, ” ujar AJL sambil memperlihatkan 2 buah foto copi sertifikat.

Namun, ternyata setelah diteliti, oleh PHI, ke 2 sertifikat itu berstatus hak pakai dan diterbitkan pada tahun 1995.

“Ke 2 sertifikat ini adalah sertifikat hak pakai yang terbit pada tahun 1995. Dan yang namanya hak pakai batas waktunya hanya sampai 20 tahun, jika tidak ada perpanjangan, berarti sertifikat ini sudah kadaluarsa, “ujar Abdul Kadir Nongko, salah satu aktifis PHI.

Bahkan, lanjut Kadir, dilihat dari gambar lokasi disertifikat, sepertinya tempat yang dimaksud bukan yang dipermasalahkan oleh Abu dan Usman.

“Gambar yang disertifikat, bukan lokasi yang diklaim Abu dan Usman. Tapi tempat lain, ” tutupnya.
(**)

Editor : HS. Agus

Tinggalkan Balasan