Bupati Wajo Jadi Pembicara Dibedah Buku Rumah Mengapung Suku Bugis

MEDIABAHANA.COM MAKASSAR —  Bupati Wajo  Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si menjadi salah satu pembicara dalam acara peluncuran buku karya Dr. Naidah Naing, S.T., M.Si “Rumah mengapung Suku Bugis”  di Claro Hotel Minggu 7 April 2019.

Selain Bupati Wajo, pembicara yang didatangkan ke acara tersebut Dr.Eng. Ihsan, Dr. Adi Suryadi Culla, Tokoh Akademisi dan Guru Besar Kampus Sulawesi Selatan.

Dalam pembuatan bukunya yang mengabiskan waktu selama 10 tahun, Dr. Naidah Naing, S.T., M.Si mengungkapkan pengalamannya ketika mengunjungi Danau Tempe di Wajo, banyak daya tarik mulai dari cara masyarakat hidup dan bertahan. Bahkan banyak kejadian unik lainnya yang dirasakan.

Dosen Arsitektur UMI ini mengatakan bahwa rumah mengapung di Danau Tempe merupakan satu-satunya rumah mengapung dan berpindah pindah di dunia, dan tidak akan dimiliki oleh belahan dunia manapun. Pasalnya setiap menit tetangga berubah-ubah dan bergantian, dan itu hanya ada di Danau Tempe, dan Buku ini berisi 312 halaman yang diterbitkan di Nuansa Cendekia Bandung Jawa Barat.

Wajo adalah destinasi wisata kedua setelah Toraja, Rumah mengapung ini belum banyak yang tahu, ini adalah arsitektur nusantara yang menjadi kebanggaan masyarakat bugis. Dan pengembangan Rumah mengapung ini ini sangat direspon positif oleh Gubernur Sulawesi Selatan, dimana ini adalah program pemerintah dalam pengembangan rumah mengapung.

Dr. H. Amran Mahmud, S.Sos., M.Si sangat mengapresiasi karya buku mengapung ini dan akan mengagendakan dengan memanfaatkan karya ini. Apa yang menjadi buah pikiran dalam buku ini sangat banyak yang bisa dipetik dalam peningkatan perekonomian masyarakat  dan akan menjadi potensi besar buat masyarakat Wajo.

“Kita akan pertahankan kearifan lokal kita, meski ada yang perlu kita rubah sedikit kemasannya akan tetapi tidak membawa ke hal hal yang merusak tatanan norma norma agama,” Ungkap Dr. H. Amran Mahmud.

Hal yang unik dari rumah mengapung di Danau Tempe adalah penggunaan rakit dari bambu yang disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem pengetahuan yang dimiliki masyarakat tentang bambu dan tradisi masyarakat dalam membangun rumah.

Rakit tersebut menjadi struktur bagian bawah rumah dan berfungsi sebagai penopang agar rumah mengapung. Oleh karena rakit dibangun dengan material utama bambu, maka pemilik rumah harus menabung untuk melakukan penggantian secara berkala, paling tidak 2 hingga 3 tahun.

H. Amran Mahmud mengungkapkan kalau Karya ini akan digunakan sebaik mungkin dan Pemkab Wajo kedepannya akan membuat forum yang lebih komprehensif dan melibatkan generasi milenial agar tidak meninggalkan kearifan lokal yang banyak diminati masyarakat Wajo.(Advertorial)

Tinggalkan Balasan